Jodoh untuk nadia
|
Suasana rumahku memang sekarang sedang ruwet,
maklum saja hari hari ini orang rumah sedang sibuk sibuknya menyiapkan segala
keperluan pernikahanku yang akan dilaksanakan 3 hari lagi.
“tante tante,mana calon omku tee..ayo kenalin ke
kita...”
Aku hanya tersenyum mendengar ocehan keponakanku
yang lucu ini. “iyya..sebentar ya sayang...om nya lagi sibuk sekarang,nanti ya
tante kenalin”jawabku melegakan hatinya.
Suasana ini membawa anganku terbang jauh,mengingat
pertemuanku dengan pangeran hatiku yang akan segera menjadi imamku tersebut.
###
Namaku nadia,yahh..itulah nama yang diberikan ayah
dan ibuku 22 tahun yang lalu. Aku terlahir dari keluarga pondok pesantren yang
terkenal di kotaku. Pesantren Khosnul Khotimah, itulah nama pesantren yang
dibesarkan oleh nenek buyutku,jauh sebelum aku dilahirkan didunia. Dan kini,
ayahku lah yang menjadi kyai besar pesantren itu, tidak heran kehidupanku..tingkah
lakuku..semuanya diatur serapi mungkin berdasarkan aqidah agama islam. Aku
adalah anak bungsu dari 3 bersaudara, dan sialnya kedua kakakku adalah laki
laki, aku adalah anak perempuan satu satunya abah. Mulai kecil aku dididik
untuk menjadi perempuan seutuhnya, yang cantik,anteng di
rumah. Namun, sayangnya aku bukanlah anak yang seperti itu. Aku adalah anak
yang easy going , suka bergaul, dan
cerewet. Jauuhh dari anggapan anak perempuan yang diharapkan abah dan umi.
Sehingga jangan heran kalo aku selalu beradu argumen dengan kedua orag tuaku,terutama “abah”.
“abahh..aku mau kuliah di universitas besar di
jakarta” ucapku sekonyong konyong sesaat setelah pengumuman kelulusan Madrasah
aliyah tempatku sekolah.
“nduukk..kamu itu cah wedok, ra usah macem macem, wong disini juga banyak universitas yang bagus,pokoknya abah ga setuju kalo kamu kuliah jauh jauh”
“nduukk..kamu itu cah wedok, ra usah macem macem, wong disini juga banyak universitas yang bagus,pokoknya abah ga setuju kalo kamu kuliah jauh jauh”
Tegas abah saat aku ngotot pengen kuliah diluar
kota.
“kenapa semuanya selalu dihubung-hubungin sama kodratku
sebagai perempuan mas.” curhatku suatu saat dengan mas deden, kakak keduaku.
“ya sudah lah neng...terima saja,tho itu juga buat kebaikan kamu. Abah sama umi
itu kuatir sama kamu neng”jelasnya dengan nada yang halus sekali,mungkin dia
tau kalo dia menjawab dengan kalimat yang agak salah sedikit saja,aku akan
semakin mencercanya dengan lebih banyak pertanyaan. Saat ini, mas deden memang
sedang liburan. Mas deden lebih tua 4 tahun diatasku. Sekarang dia sedang
kuliah S2 di Al-Azhar. Seraya liburan begini,mas deden sering mendengarkan
curhatanku selama berada di indonesia. Seperti yang dilakukannya saat ini,
dibawah pohon mangga dibelakang rumah, aku dan mas deden sering menghabiskan
waktu santai,sambil melihat pemandangan pedesaan yang ada kira kira 500 meter
dari rumah,tentunya dengan memanjat ranting ranting pohon mangga,hehee. Selagi
abah dan umi tidak melihatnya,aku sih enjoy
enjoy saja melakukannya, kalo ketahuan abah sama umi,bisa bisa aku dihukum ndak boleh kesini lagi. “dek,mas ga bisa
lama lama temenin adek disini,mas ada janji sama temen pondok mas dulu” mas
deden tampaknya mau pergi kesuatu tempat dengan temannya.
“yahh..mas ko gitu..nadia kan masih kangen mas,ko
ditinggal tinggal gitu..truz nadia sama sapa??”tampangku mulai merajuk manja.
Tiba tiba saja hp mas deden berbunyi, mas deden langsung meraih hp yang ada
disakunya itu. “assalamu’alaikum akhi”
“walaikumsalamm, aku sekarang didepan rumahmu
den.”
“oalaahh...masuk saja lah zam...aku ada ditaman
belakang rumah,masuk saja..”
“ooohh..iyya den..sebenarnya tadi sudah
dipersilahkan masuk sama abah kamu, tapi saya masih sungkan”
“halahh..zamm..zam..kaya sapa aja ko ya pake
sungkan sungkan segala,ayo masuk,saya tunggu dibelakang”
“iyya den..saya kesana..assalamu’alaikum”
“walaikumsalam”
Aku hanya mendengar percakapan mereka lewat
jawaban jawaban mas deden, sepertinya mas deden dan temannya ini akrab sekali.
Aku penasaran sekali, siapa sebenarnya yang akan bertemu mas deden, semua teman
mas deden rasanya aku kenal semua. “siapa mas??”
“azzamm dek...masih ingat??temen mas mondok di
jogja dulu. ”aku hanya menggeleng geleng, sambil nyengir. “ya sudah..mas mau
siap siap dulu, nanti kalo dia kesini,panggil mas ya” aku hanya mengedipkan
mata tanda mengerti.
Kulanjutkan acara lamun melamunku sambil
pandanganku jauh memandang pedesaan itu, tentu saja aku masih enggan turun dari
pohon mangga tempatku nangkring.
“assalamu’alaikum...”
“assalamu’alaikum...” panggilan kedua inilah yang
akhirnya menyadarkanku dari lamunan “astagfirullah...iyya..walaikumsalam...” jawabku
asal,sambil tergopoh gopoh turun dari pohon mangga. Maklum saja, aku takut
kalau saja teman mas deden tau, putri abah ini sedang gelantungan naik naik ranting
pohon mangga. Tapi sepertinyya terlambat, saat aku akan turun,ternyata sesosok
lelaki tampan telah memergokinya yang sedang berusaha turun, dan akhirnya
karena panik, peganganku di ranting melemah dan akhirnya
“Bruukkk...”
“aduuhhh...” aku terpaksa menjerit,
“astagfirullah...mbak ngga apa apa??”pemuda itu
menghampiriku, aku tau mungkin ini teman mas deden. Aku bingung..akhirnya aku
pun bergegas bangun,dan lari secepat cepatnya kedalam rumah, hingga menabrak
mas deden yang baru keluar dari kamarnya. Bruukk!!!
“astagfirullah nadia...ada apa ko lari lari
begini”
“emmhh...emmhh..ndak apa apa mas” aku cepat cepat
masuk kamar. Didalam kamar, aku menyesali perbuatanku, mengutuk diriku sendiri.
Bukan masalah sakit gara gara jatuh dari pohon mangga, tapi ini masalah malunya
pada pemuda tampan teman masku sendiri. Pikiranku mulai melayang layang sendiri
Adduuhh..bagaimana
kalau mas itu tadi cerita ke mas deden,trus mas deden cerita ke abah dan umi.
Atau kalau ga gitu..jangan jangan nanti dia bilang bilang sama santri santri
lainnya,bisa hilang pamorku dikalangan santri santri. Bukankan aku ini anak pak
kyai yang harusnya anteng dirumah,ngaji,bukan malah petangkringan di atas pohon
mangga!!. Aduuhhh...bagaimana ini,aku maluu..aku ndak mau ketemu mas itu
lagi..malu..
###
“bagaimana kabarnya keluarga zam??baik??” deden
memulai pembicaraan.
“alhamdulillah..bagaimana denganmu?”
“alhamdulillah zam...bagaimana sekarang,sudah
berkeluarga?dapat orang mana zam?”tanya deden penasaran, sambil sedikit
berekspresi menggoda sahabatnya tersebut
“walahh...den..kamu ini seperti tak tau aku saja,
aku baru saja diangkat menjadi dosen muda di universitas gajah mada,belum
kepikiran kesana,padahal sebenarnya sudah waktunya ya”,terang nya sambil
tersenyum ”kalau kamu bagaimana?aku dengar,kamu baru saja mengkhitbah putri
seorang kyai den”.
“hahhaaa kamu ini, tau saja, maaf sebelumnya, ndak
sempat kabarin kamu. Maklum saja calon istriku ini berdomisili di mesir,jadi
kan tidak mungkin aku merepotkanmu untuk datang jauh jauh dari indonesia ke
mesir zam” jelasnya sambil menyeruput secangkir capucino hangat yang baru
disajikan pelayan cafe tempat mereka mengobrol kali ini.
“tidak apa zam...aku doakan semoga nantinya
pernikahanmu lancar,menjadi keluarga yang sakinah,mawadah dan
warahmah...amiiinn”
“terima kasih zam..aku doakan kamu akan segera
menemukan bidadari surga yang akan menemani hari tuamu”
Mereka pun langsung larut dalam obrolan yang
panjang,mengingat tentang masa lalu mereka saat dipondok pesantren tempat
mereka menggali ilmu dulu.
“ohh iya den, tadi waktu aku masuk ke taman
belakang rumahmu aku bertemu seorang wanita berhijab, dia sedang melamun di
atas pohon mangga,siapa dia den?” rupannya azzam penasaran dengan peristiwa
lucu yang dialaminya tadi.
“oalllahhh...itu nadia..”
“Masih ingat??nadia adikku yang dulu sering maen
maen sama kita” deden menjelaskannya dengan wajah yang sangat ekspresif
“nadia tho, masyaAllah..dia sekarang sudah dewasa,
cantik pula”akhirnya rasa penasaran azzam pun terjawab, ternyata dara cantik
yang ditemuinya itu adalah nadia, kawan masa kecilnya sekaligus cinta monyet
yang belum sempat terungkapkan dulu.
Setelah dirasa cukup untuk jalan jalan mengingat
masa lalunya bersama deden, akhirnya azzam dan deden kembali pulang. Azzam
mengantar deden pulang, sebab deden tidak membawa kendaraan.
“masuk zam..biar aku panggilkan abah sama umi
dulu” azzam pun mengikuti kata kata deden, azzam masuk tetapi belum sempat
duduk di sofa, azzam melihat sebuah foto keluarga dimana di foto tersebut ada
abah, umi, mas rif’an, deden dan seorang perempuan cantik dengan kerudung merah
marun, yang dia ketahui sebagai nadia. Nadia memang tetap cantik, sama seperti
dulu. Astagfirullah, azzam mulai mengucapkan istigfar untuk meminta ampun pada
Allah karena dia mulai menaruh rasa pada wanita tersebut yang dengan jelas
bukan muhrimnya.
“assalamu’alaikum nak azzam..”terdengar suara
lembut dari arah belakangnya. Sontak saja azzam menjawabnya. Ternyata abah yang
menyapanya tadi. Mereka mengobrol banyak, hingga tak terasa telah 15 menit
berlalu. Ada seorang wanita dengan jilbab anggun menutupi mahkotanya, indah
sekali. Wanita itu datang dengan membawa nampan berisi 2 buah gelas diatasnya. Nadia!! Jelas sekali wanita itu nadia.
“assalamu’alaikum mas azzam”sapaku
dengan wajah tertunduk, menutupi wajahku yang merah karena malu.
“wa’alaikumsalam nadia” jawab azzam dengan lembut.
“nadia, masih ingat nak azzam? Ini teman masmu
dulu,yang sering kesini waktu masmu mondok di jogja itu lho nduk”
“iyya abah..nadia ingat, abah..mas azzam.. nadia pamit dulu ke dapur, mau bantu umi”
sebenarnya itu adalah alasanku saja agar aku tidak dipaksa abah untuk duduk
diruang itu, bersama mas azzam. Sungguh ku sangat malu, bahkan untuk melihat
wajahnya pun aku tak mampu, sepertinya rasa maluku ini telah marasuk dalam
aliran darahku. Setelah mengantar minuman aku kembali menemui mas deden yang
sedang ada di ruang santai. “mas,lagi apa?ko melamun gitu?”
“eh, nadia.. mengagetkan saja, tidak ada.. mungkin
mas hanya kangen saja sama calon mbakmu, hehee” ,mas deden akhirnya mengaku
juga. Masku ini memang akan segera menikah akhir bulan ini. Mbak aisyah nama
calon istrinya, wanita seutuhnya, tak seperti aku yang suka pecicilan seperti
ini.
“mas deden beruntung akan mendapatkan istri
seperti mbak asiyah. Wanita yang insyaAllah sholehah, cantik, baik, lembut,
pokoknya siip deh. Gak kayak aku,hehee” aku nyengir mengakhiri kalimatku
tersebut.
“takdir yang mempertemukan kita nad, dan
insyaAllah takdir pula yang akan memisahkan kita nanti. Mas pasrah, kalau dia
memang jodoh mas dia akan jadi istri yang sempurna bagi mas.”
“ehm..ehm..dewasa banget masku yang satu ini.
Mas,boleh nadia tanya?”
“oohh..ya tentu boleh..kalau mas bisa
jawab,insyaAllah akan mas jawab”
Aku sebenarnya ragu untuk menanyakan hal ini, tapi
entah mengapa bibir ini ingin sekali melontarkan pertanyaan ini. “tapi jangan
diketawain ya mas,janji?”
“hahhaahaa ada apa sebenarnya nadia, insyaAllah
mas tidak akan menertawakanmu adekku”
“janji??”
“janji...!!memang kamu mau tanya apa?”
“jangan diketawain lho ya, nadia cuma tanya lho ya
mas, ndak ada maksud apa apa, nadia mau tanya...” aku diam
sejenak,mempersiapkan diri untuk ditertawakan oleh mas deden,tapi aku tidak
bisa menahannya lagi. Akhirnya dengan perlahan aku katakan “mas azzam sudah
punya istri?”
Mas deden sedikit kaget, kemudian tertawa terbahak
bahak hingga suaranya terdengar sampai ruang tamu,tempat mas azzam dan abah
sedang berbincang. Aku yang bingung kemudian segera mengklarifikasi
pertanyaanku.
“apaan sih mas deden, nadia kan cuma
tanya!!”jawabku sedikit cemas
“hayooo...adek mas ini mulai suka ya sama
azzam...hayoo ngaku” goda mas deden.
“enggak kok, kan aku cuma tanya...” mas deden
tetap saja tertawa. Hingga akhirnya abah memanggil mas deden untuk keluar.
“den...deden...ini lho temani nak azzam
dulu,”teriak abah dari dalam.
“mas mau kedalam dulu ya nad, nanti mas salamkan
ke azzam” goda masku ini tak henti henti
“jangan mas..jangan...”pintaku sambil sedikit
merengek
“baiklah, kalau begitu..aku ikut mas kedepan
menemui mas azzam!!” putusanku ini aku kira akan membuat mas deden merubah
pikirannya, namun aku salah, mas deden langsung saja menarik tanganku,sedikit
menyeretku untuk ke ruang tamu. Aku bingung, harus bagaimana, akhirnya aku
pasrah karena nyatanya aku telah berada di ruang tamu. Tepat dihadapan lelaki
berwajah tampan itu, subhanalllah, begitu indah ciptaanmu.
“ini ni nadia zam, dia sudah besar sekarang,
jangan tertipu dengan sikapnya yang lembut zam, dia sebenarnya laki laki, bukan
perempuan!!” jelas saja perkataan mas deden akan menurunkan pamorku didepan mas
azzam.
“enak aja.. orang aku orangnya lembut gini, bo’ong
mas” sontakku
Akhirnya kita pun mengobrol heboh, mas deden tetap
saja mengejekku didepan mas azzam. Sedangkan mas azzam tak henti hentinya
tertawa melihatku dan mas deden perang.
“hadduuhh..kalian ini ndak berubah berubah, mulai
dulu tetap saja seperti ini, selalu bertengkar, aku iri sekali dengan kalian,
tetep kompak” puji mas azzam.
“kompak apaan coba’, wong kitanya kaya gini dibilang kompak.”
Elakku. Aku senang, mas azzam tertawa lebar seperti ini. Aku tau, ini semua tak
lepas dari usaha mas deden untuk mencairkan suasana. Aku tak lagi malu, aku tak
lagi takut bertemu mas azzam, nampaknya aku benar benar harus berterima kasih
pada kakakku yang satu ini. Terima kasih
mas deden. “eh zam, bagaimana kalau besok kita jalan jalan, makan makan
bareng kaya tadi itu”
“boleh boleh den,nadia mau ikut?”
Aku kaget, tentu saja aku mau.
“nadia diajak mas?boleh..”
Kulirik mas deden yang tertawa puas ke arahku,
pasti dia tau betul apa yang kurasakan saat ini. Wahh..aku bahagia.
###
Sore ini aku dan mas deden sedang berada di suatu
cafe klasik, entah mengapa mas azzam belum juga datang padahal kita janji akan
bertemu jam 4 sore ini. “dek,azzam mana ya?” masku yang satu ne mulai cemas.
Sebab sudah setengah jam lebih kita menunggu tapi tak ada tanda tanda mas azzam
akan datang.
“tunggu saja mas,mungkin mas azzam kejebak
macet,kan mas tadi liat sendiri kalo lagi ada demo dikota.”ku harap mas deden
akan mengerti, dan kembali tenang sebab aku juga tak mau pertemuan ini batal
karna ketidaksabaran mas ku ini. Akhirnya sebuah telfon memecah kegelisahan
hati mas deden
“halo assalamu’alaikum,iyaa ada apa zam” jelas
saja aku langsung tau kalau telfon itu dari mas azzam.
“ooalaahh begitu,begini saja nanti biar nadia yang
tunggu kamu disini. Soalnya aku setelah ini ada janji zam.bagaimana??”
“baiklah...aku tinggal dulu ya kalau begitu
zam,okkeh...assalamu’alaikum” akhirnya mas deden mengakhiri pembicaraannya. Aku
memang paham benar kesibukan mas ku ini. Pagi hari dia harus ngurus pondok,
mengajar madrasah, juga mengurusi segala macam persiapan pernikahannya. Dan
sore ini rencananya mas deden dan abah akan pergi untuk mencarikan mahar bagi
calon istrinya tersebut.
”ada apa mas?”
“dek,bisa ga mas minta tolong ke kamu” aku masih
bingung dengan permintaan mas deden.
“insyaAllah mas, mau minta tolong apa?”
“insyaAllah mas, mau minta tolong apa?”
“mas kan habis ini mau keluar sama abah,lha azzam
sedang ada diperjalanan akan menuju kesini. Sudah tak mungkin rasanya mas
menunggu azzam, kamu juga tau bagaimana abah kalo kita telat janji. Jadi mas
minta kamu temani azzam ya dek” aku tak percaya, tumben sekali mas deden
memperbolehkan aku keluar berdua dengan laki laki lain selain abah, mas deden
dan mas abdul.
“tapi kan mas...”belum saja aku selesai
mengutarakan pendapatku mas deden langsung menepisnya. Seakan dia tau apa yang
ada dipikiranku.
“aku percaya azzam dek, meskipun kamu dan dia
sedang berdua tanpa aku, aku yakin dia akan menjaga kehormatanmu” aku
tersenyum,semakin yakin dengan pilihanku. Tidak mungkin seorang mas deden begitu percaya dengan orang yang belum tau
baik buruknya, mas ku adalah tipe orang pemilih dan jujur. Jika tidak suka,dia
akan menolak apapun itu alasannya. “baiklah mas, akan aku tunggu mas azzam
disini, mas pergilah, carikan mahar yang baik untuk calon kakak iparku,”
Aku semakin penasaran dengan mas azzam, pemuda
yang tampan, baik, pintar, sopan dan insyaAllah sholeh itu belum mempunyai
calon istri. Siapa yang tak mau jadi istrinya, mungkin bidadari surga pun akan
luluh jika dipinangnya. Andai saja yang dipilihnya aku, aku mungkin akan
beruntung sekali memiliki imam seperti dia. “assalamu’alaikum” lagi lagi
seseorang mengagetkanku.
“walaikumsalam”
kuamati sosok didepanku, dan sekali lagi tak dapat ku hindari pesonanya.
kuamati sosok didepanku, dan sekali lagi tak dapat ku hindari pesonanya.
“sudah lama menunggu?”
Aku tersenyum, sedikit kubuat buat sebenarnya
“ah..tidak mas azzam,monggo mas”
kupersilahkan dia duduk di kursi depanku.
kupersilahkan dia duduk di kursi depanku.
Aku bingung mau bicara apa,rasanya salah tingkah,
“maaf ya, tadi ada panggilan mendadak dari kampus,
jadi saya harus menghadap sebentar.”
“oohh..ngga apa apa mas, tapi maaf lho ya akhirnya
cuma nadia yang datang dan bisa mas azzam temui,soalnya..”
“deden mau cari mahar buat calon istrinya” mas
azzam melanjutkan.
Akhirnya kami tertawa bersama,tepat sekali seperti
yang kan aku bicarakan. Kami pun berbincang bincang banyak, dia cerita, aku pun
cerita. Dia banyak cerita tentang pengalamannya, dia ternyata ndak jaim, dia
juga lucu. Rasa kagumku rasanya sudah hampir memuncak. Tiba tiba suatu
pertanyaan menyudutkanku.
“nadia sudah punya calon suami?”
Aku terdiam, bagaimana bisa aku mengatakan bahwa
suami yang aku inginkan adalah dia.
“ko diem?”desaknya
Aku tersenyum, menutupi keraguanku menjawabnya.
“belum mas,mungkin Allah masih bingung kali ya
pilihin jodoh buat nadia, habis nadia orangnya gini sih, petikalan, ndak bisa
diem, lagian nadia juga masih muda mas,mungkin belum siap, kan masih baru lulus
kuliah” aku tersenyum lagi.
“jodoh nadia itu sudah ditentukan ko sama Allah,
kalau sudah ketemu jodohnya, kita ngga akan berpikir kita belum siap, atau masih
muda, atau apa lah. Kalau Allah mau, nadia bisa nikah besok, atau minggu depan,
atau kalo ngga bulan depan mungkin,”
“Allah tau yang terbaik buat kita,buat nadia,buat
mas deden, juga buat mas” kata katanya begitu bijaksana. Dia menyampaikan
dengan halus, tak menyinggung aku sama sekali.
“kalau mas azzam sendiri bagaimana?sudah punya
calon?pasti banyak yang suka sama mas, kan mas baik, pinter pula” kali ini
giliranku bertanya.
Mas azzam tertawa, mungkin melihat ekspresiku
membuat dia geli.
“jangan bilang bilang mas deden ya,rencananya
minggu ini mas akan mengkhitbah seorang anak kyai.” Aku terkejut, sungguh.
Rasanya harapanku mulai lenyap. Bagaimana mungkin, seseorang yang ku cintai
kini berbicara didepan mataku dia akan mengkhitbah orang lain. Rasanya air
mataku ingin jatuh, tenggorokanku mulai pahit, ingin rasanya aku lari pulang
dan menangis di pelukan umi.
“dia cantik,juga baik,mas yakin insyaAllah dia
juga akan menjadi istri yang sholehah. Mas sudah kenal dengan keluarganya, mas
harap kedatangan mas besok disambut baik”
Aku masih tertegun, mas azzam sepertinya sayang
sekali dengan wanita itu. Sungguh beruntung dia, akan mendapatkan mas azzam.
“eehh..ko malah melamun, ayo dihabiskan dulu
minumnya, setelah ini kita pulang ya, sudah malam”aku segera sadar, aku sudah
tak semangat lagi seperti awal tadi sebelum ketemu mas azzam. Dalam perjalanan
pun aku lebih banyak diam. Aku menahan tangisku, aku takut kalau aku banyak
bicara nanti tangisku pecah. Hingga akhirnya aku sampai di rumah, umi menyambut
mas azzam. Abah dan umi ku memang senang sekali dengan mas azzam. Selalu saja
mereka membicarakannya.
“nak azzam itu orang yang baik lho nduk,sudah
ganteng, ndak kakean polah, pinter, haduuhh...umi juga mau punya mantu kaya dia nduk” teringat kata kata umi
kala itu membuatku semakin teriris.
Mas azzam tak mampir,dia langsung pulang setelah
pamit umi, akupun tak menunggu dia hingga pulang. Setelah sampai rumah aku
langsung lari kekamar, rasanya sudah tidak kuat aku menahan air mataku. Aku
menangis sejadinya hingga paginya mataku sembab.
“kenapa kamu dek?”sudah jelas mas deden ingin tau.
Kujawab saja asal
“digigit semut mas, mungkin karna aku terlalu
manis kali yak”kuselipkan sedikit humor untuk menutupinya. Mas deden pun
akhirnya dengan mudah ku tipu.
###
Seminggu sudah tak ada kabar dari mas azzam, aku
mengerti mungkin dia sedang sibuk mempersiapkan acara lamarannya. Dirumah pun
masih sibuk, acara pernikahan kakakku baru tadi malam selesai. Dirumah masih
banyak orang orang suruhan abah yang membersihkan rumah. Aku juga masih sibuk
membantu mbak aisyah membersihkan kamar pengantinnya yang tadi malam penuh
dengan hiasan.
“capek ya mbak..kasian mbak,baru nikah sudah harus
beberes kaya ginian”
“ngga apa apa nad, ini kan juga buat mbak”
Riasan tangan yang masih tersisa ditangannya
menambah cantiknya. Memang tak salah mas deden memilih istri. Didepan nampaknya
ada tamu, mungkin wali santri yang ingin menjenguk putranya. Kulihat dari
balkon kamar mbak aisyah beberapa mobil mewah menghiasi halaman rumahku.
“wihh wiihh mbak, liat deh bagus ya mobilnya, mau
jenguk anaknya saja bawa 5 mobil mbak,pasti orang tuannya kaya”
Mbak aisyah senyum senyum melihat tingkah polah
ku,
“aku seneng deh,sekarang aku ada temennya. Ngga
kaya dulu, kalau mau curhat harus nunggu mas deden pulang kuliah dulu,” ku
peluk kakak iparku yang baru ini.
“memangnya mas abdul ngga pernah kesini dek”
“mas abdul itu ya jarang kesini mbak,rumahnya kan
jauh, di aceh sana. Paling paling kesini pas ada hajatan gini, sama pas lebaran”terangku.
“besok kalau nadia menikah, pasti sepi
disini,makanya mbak mau tinggal disini saja nemenin abah sama umi”
“ya kan masih lama mbak,nadia kan masih belum siap
mbak”
“kalo jodohnya datang ngga ada istilah belum siap
nadia”ucapan mbak aisyah mengingatkanku pada mas azzam. Dia juga pernah bilang
seperti itu padaku. Ya Allah,masih saja hambamu ini mengharapkannya, ampuni
hambamu ini jika hamba telah mencintai jodoh orang lain.
Tok tok tok, “nadia keluar nak,” kudengar suara
umi memanggil. Segera aku keluar dari kamar mbak aisyah.
“ada apa umi,nadia lagi bantu mbak aisyah”
“ayo sekarang dandan yang cantik,yang anggun,
jangan malu maluin abah dan umi” aku bingung,kenapa jadinya aku disuruh dandan.
“umi,kasian mbak aisyah beres beres sendirian, umi malah nyuruh dandan,gimana tho” aku tetap saja ngeyel.
“umi,kasian mbak aisyah beres beres sendirian, umi malah nyuruh dandan,gimana tho” aku tetap saja ngeyel.
“sekarang waktunya nadia bantu bapak ngomong
didepan” aku semakin bingung saja dengan kata kata umi,
“kalau abah mau dibantu ya ayok mi,ngapain musti
dandan, kelamaan ntar”
“haduh haduh,cah wedok siji kii, kalau umi bilang
dandan ya dandan” umi kelihatannya jengkel melihat aku yang selalu saja
membantah. Di dorongnya aku sampai depan kamarku. Benar benar tepat didepan
kamarku.
“ ya sudah, nadia dandan, yang cantik tho,
iyya..nadia dandan” jawabku sedikit agak manyun.
Akhirnya aku menyerah, kuturuti saja permintaan
umi, meskipun aku juga masih bingung. Ku pakai kerudung merahku, ku dandan
secantik mungkin kemudian keluar bersama umi keruang tamu.
Di ruang tamu ada banyak sekali orang, aku
yakin,mereka adalah pemilik mobil mobil mewah didepan sana.
“nanti sampai depan sana, salam ya, yang
sopan”nasehat umi sebelum kami sampai di ruang tamu.
“assalamu’alaikum”seruku.
“walaikumsalam”semua orang menoleh dan menjawab
salamku. Aku tetap menunduk. Tak ingin tau siapa yang datang, aku pikir itu
tidak penting. Karna aku tau ini pasti rekan rekan abah.
“begini nadia, mereka datang melamarmu untuk putra
beliau ini” sontak saja kata kata abah membuatku kaget. Aku langsung menoleh ke
arah beliau yang dimaksud abah.
“abah ikut apa kata nadia, kebetulan calonnya
belum datang,tadi sebenarnya sudah kesini, mengatakan sendiri maksud
kedatangannya, namun karna suatu hal yang sangat penting dia pergi sebentar,
mungkin habis ini juga balik lagi kesini.” Aku diam seribu bahasa, kulihat raut
wajah umi, umi terlihat bahagia sekali, kulihat abah, dia juga sangan segan
dengan orang tuanya. Tak pernah kulihat abah dan umi sebahagia ini. Aku makin
penasaran. Sebenarnya siapa yang hendak melamarku.
“bagaimana nadia?” rupanya abah menanti keputusanku.
“ada seseorang yang bilang ke nadia bah, jika jodoh sudah datang, kita tak kan bisa menolaknya. Kalau memang nadia ditakdirkan untuk hidup bersamanya, nadia ikhlas bah,nadia tau Allah pasti pilihkan nadia jodoh yang paling baik.” Sebenarnya jawabanku ini tak berarti apa apa, karna aku juga belum memutuskan untuk mau menikah dengan anak mereka. Hatiku sebenarnya sakit, karna bukan ini yang kumau, yang kumau hanya mas azzam yang datang melamarku. Namun,melihat wajah umi dan abah yang begitu bahagia, aku tak tega menolaknya. Bagaimanapun dia nantinya, aku mungkin harus menerimanya. Demi umi.juga demi abah. Tak lama kemudian satu mobil datang lagi,dan berhenti didepan rumahku. Aku berpikir, pasti inilah yang dimaksud abah, inilah orang yang hendak menikahiku. Aku semakin tertunduk, aku takut. Aku harus benar benar rela melupakan mas azzam dan menjalani hidup dengan orang ini.
“ada seseorang yang bilang ke nadia bah, jika jodoh sudah datang, kita tak kan bisa menolaknya. Kalau memang nadia ditakdirkan untuk hidup bersamanya, nadia ikhlas bah,nadia tau Allah pasti pilihkan nadia jodoh yang paling baik.” Sebenarnya jawabanku ini tak berarti apa apa, karna aku juga belum memutuskan untuk mau menikah dengan anak mereka. Hatiku sebenarnya sakit, karna bukan ini yang kumau, yang kumau hanya mas azzam yang datang melamarku. Namun,melihat wajah umi dan abah yang begitu bahagia, aku tak tega menolaknya. Bagaimanapun dia nantinya, aku mungkin harus menerimanya. Demi umi.juga demi abah. Tak lama kemudian satu mobil datang lagi,dan berhenti didepan rumahku. Aku berpikir, pasti inilah yang dimaksud abah, inilah orang yang hendak menikahiku. Aku semakin tertunduk, aku takut. Aku harus benar benar rela melupakan mas azzam dan menjalani hidup dengan orang ini.
“assalamu’alaikum” serunya
“walaikumsallam”semua serentak menjawab, kecuali
aku. Aku masih tertunduk, tak berani melihatnya.
“abbah, nadia boleh bicara?”aku harus mengatakan hal yang mengganjal dihatiku. Semua mata menatapku, suasana hening sejenak.
“abbah, nadia boleh bicara?”aku harus mengatakan hal yang mengganjal dihatiku. Semua mata menatapku, suasana hening sejenak.
“maafkan nadia bah, kalau seumpama nadia lancang
bicara. Nadia akan turuti permintaan abah, tapi nadia mohon dengarkan jeritan
hati nadia.”
“nadia sudah jatuh hati bah,pada orang lain. Nadia kenal dia karna dia teman mas deden. Dia baik bah, pintar, dan nadia yakin nantinya menjadi imam yang baik untuk nadia. Tapi nadia sadar bah,dia tak cinta pada nadia,dia bilang akan melamar seseorang minggu ini. Hati nadia sakit bah, nadia hanya ingin menikah dengan orang itu. Nadia belum beruntung bah,mungkin Allah tak menghendaki kita bersama”
“nadia sudah jatuh hati bah,pada orang lain. Nadia kenal dia karna dia teman mas deden. Dia baik bah, pintar, dan nadia yakin nantinya menjadi imam yang baik untuk nadia. Tapi nadia sadar bah,dia tak cinta pada nadia,dia bilang akan melamar seseorang minggu ini. Hati nadia sakit bah, nadia hanya ingin menikah dengan orang itu. Nadia belum beruntung bah,mungkin Allah tak menghendaki kita bersama”
Ruang tamu itu kini sunyi,semua terpaku dengan
ucapanku,termasuk abah.
“tapi nadia tetaplah anak abah, melihat raut
bahagia di wajah umi dan abah, nadia tau umi dan abah menginginkan nadia
menerima pinangan ini.”
“nadia,ini adalah hidupmu. Umi dan abah tak
mungkin memaksamu. Abah akan dengarkan perkataan nadia. Kini cerita ke abah
nak, siapa yang kau inginkan menjadi suamimu?biar abah yang bicara ke dia.”
Abah yang keras kini melunak, tapi terlambat air mataku telah jatuh membasahi
telapak tangan ku yang dingin ini. Aku tak mampu bicara,suaraku seakan hilang.
“mas azzam bah, mas azzam yang membuat nadia jatuh
hati” suara serakku memecah keheningan.
Mendengar perkataanku abah tertawa,orang orang
tertawa, umi juga tertawa sambil meneteskan air mata. Aku bingung, kulihat abah
yang masih terus tertawa. Kutegapkan pandanganku. Terlihat sebuah senyum yang
membuatku teramat malu. Senyum yang telah membuatku jatuh hati, senyum yang
selalu kuimpikan, senyum seseorang yang kudamba jadi imamku kelak. Mas azzam??kenapa disini??.
“makanya tho nduk,kalau dibilang suruh lihat ya
lihat. Malah menunduk saja mulai tadi. Ini mas azzammu yang kamu dambakan
itu??”
abah tertawa lagi,kali ini makin keras. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Lagi lagi aku salah tingkah,bukan hanya dihadapan mas azzam saja,namun dihadapan calon mertuaku juga. Sungguh aku sangat malu.
abah tertawa lagi,kali ini makin keras. Aku tak tau apa yang harus kulakukan. Lagi lagi aku salah tingkah,bukan hanya dihadapan mas azzam saja,namun dihadapan calon mertuaku juga. Sungguh aku sangat malu.
“tanpa harus ku menunggu jawabanmu,kini aku sudah
tau nadia”senyum itu semakin nyata.
“tidak,tidak mau. Tuh kan abah jadi tidak
romantis. Kan sebenarnya mas harus tanya dulu,aku mau apa tidak!!” abah tertawa
lagi. Mas azzam pun ikut tertawa.
“baiklah...nadia purnamasari,maukah engkau menjadi
istriku, dan menemaniku disaat susah dan senang??”pintanya
“ndak..ndak,apa apaan ini. Kenapa ngga bilang kalo
mau ngelamar nadia mas?!!”kutarik pipi sebelah kanannya.
“kan benar kata kamu tadi,biar romantis”kata
katanya mengundang gelak tawa semua yang ada kala itu.
Ternyata aku semakin paham, Allah ngga buta, Allah
ngga tuli. Dia maha tau apa yang terbaik buat kita. Allah melihat tingkahku dan
mendengar doa doa ku. Thanks ya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar